“Kalau kita menghadapi kasus per kasus, maka ini akan seperti perang gerilya dan kita susah memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ke depan, dan sekecil apa pun kasus bullying atau kekerasan yang terjadi di pesantren, itu merupakan peristiwa yang sangat memprihatinkan.”
P3M.OR.ID. Program pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual di pesantren sangat mendesak dilakukan. Program ini selain melakukan pencegahan juga sekaligus menangani masalah kekerasan yang kerap terjadi di pesanten.
Hal tersebut dikemukakan oleh Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hodri Arief. Menurutnya pentingnya program in juga akan melibatkan lembaga dan beberapa badan otonom (banom) untuk melakukan pencegahan dan penyelesaian kasus-kasus yang sudah terjadi. “Kalau kita menghadapi kasus per kasus, maka ini akan seperti perang gerilya dan kita susah memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ke depan, dan sekecil apa pun kasus bullying atau kekerasan yang terjadi di pesantren, itu merupakan peristiwa yang sangat memprihatinkan,” ujar Kiai Hodri mengutip dari NU Online beberapa waktu lalu.
Selain itu, lanjut Hodri lembaganya akan mendorong pesantren-pesantren untuk bekerja sama, saling menjaga, dan saling mengingatkan untuk mencegah terjadinya kekerasan di pesantren. Hodri berpendapat bahwa kekerasan adalah pelanggaran hukum yang harus dikawal bersama. “Tentu ini membutuhkan kerja sama semua pihak. Tidak hanya pemangku pendidikan di pesantren, tetapi juga penegak hukum. Kita berharap penegak hukum juga memproses setiap pelanggaran, kasus kekerasan sesuai dengan hukum yang berlaku sebagai bentuk perlindungan terhadap para santri dan usaha untuk membersihkan berbagai tindak kekerasan,” ungkapnya.
Satgas Anti Bullying
Selain itu dirinya juga mengingatkan adanya kasus kekerasan bukan berarti pendidikan pesantren tidak aman. Namun menurutnya, masih banyak pesantren yang aman dan layak sebagai tempat belajar. “Namun kita perlu ingat, jangan karena ada kasus kekerasan lalu membuat kita merasa pendidikan di pesantren, anak-anak kita di pesantren, menjadi tidak aman. Ada sangat banyak pesantren yang sebetulnya merupakan tempat belajar yang aman bagi anak-anak kita,” jelasnya.
Sementara itu Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) atau Asosiasi Pesantren NU DKI Jakarta membentuk satuan tugas (satgas) anti perundungan (bullying) dan kekerasan di seluruh pesantren Jakarta. Satgas ini bertujuan sebagai upaya RMINU DKI Jakarta dalam rangka pencegahan bullying dan kekerasan di lembaga pendidikan keagamaan terutama pesantren.
Menurut Ketua RMINU DKI Jakarta KH Rakhmad Zailani Kiki satgas ini memberikan pelayanan konsultasi, mediasi, advokasi dan pendampingan. Satgas anti bullyng ini akan setelah menggandeng beberapa lembaga terkait sejak Juli 2024 lalu.