P3M.OR.ID. Salah satu tertua di Jawa Timur adalah Pesantren Mojosari yang berada di Loceret, Nganjuk. Pesantren ini telah berdiri pada tahun 1720 M. Selain punya tradisi unik, beberapa tokoh besar telah lahir dintaranya adalah KH. Abd Wahab Hasbullah, KH. Ahmad Djazuli Ploso. Pesantren tua ini mempunyai keunikan yaitu tradisi “usil” para santrinya.
Tentang keusilan santri pesantren Mojosari ini banyak cerita yang lucu. Tidak jarang santri baru “dikerjain” santri lama. Salah satunya anak yang baru mondok langsung digendong dan diarak ramai-ramai sambil membaca sholawat. Namun tidak hanya santri baru yang terkena gojlokan. Tamu pun tak luput dari gojlokan santri. Hal ini pernah dilaporkan kepada KH. Zainuddin Mojosari, pengasuh pesantren generasi kelima dan kemudian memarahi para santri.
Tentang tradisi unik ini KH. Manshur Mojosari membiarkannya. “Biarkan saja mereka nakal, ibarat padi mereka masih muda. Wajarlah bila tengadah, nanti jika mereka sudah berisi akan merunduk dengan sendirinya,” seperti terekam dalam buku Sang Blawong. Tidak hanya keusilan para santrinya, pesantren Mojosari mempunyai keunikan lainnya. Santri di pesantren Mojosari banyak yang cangkrukan, ngobrol bebas, akan tetapi istiqomah mengaji dan rajin sholat berjamaah. Hal ini berbeda dengan pesantren salafiyah lain yang para santrinya melakukan riyadhoh, tirakat hingga ngerowot
Kiai Ali Imron
Sejarah pesantren ini tidak lepas dari nama Kiai Ali Imron. Beliau adalah pendiri pesantren yang berlokasi di desa Ngepeh, Loceret ini. Dalam buku Sang Blawong disebutkan bahwa keunikan pesantren Mojosari lepas dari Kiai Ali Imron.
Dalam sejarahnya ulama asal Grobogan Purwodadi ini mendirikan pesantren atas perintah dari Kiai Salimin Lasem. Kiai Salimin memerintahkan Kiai Ali untuk bertirakat di Mojosari yang kala itu kesohor dengan daerah yang angker.
Saat melakukan tirakat Kiai Ali Imron pernah berkata pada santrinya. “Santri-santri yang belajar di pondok ini kelak tak perlu puasa dan tirakat macam-macam, seluruh tirakat aku yang menanggung. Pokoknya mereka mau mengaji dengan tekun disini, insyaallah diberkahi,” ujarnya. Hal ini yang kemudian membuat santri Mojosari meyakini bahwa perkataan Kiai Ali Imron adalah perkataan yang makbul. Mereka mengandalkan tirakat dari pendiri pesantren Mojosari. Kiai Ali Imron wafat di tahun 1791 M dan makanya ada di Desa Bendungan yang saat ini populer dengan nama Desa Bendugrejo
Pondok Pesantren Mojosari termasuk dalam kategori pesantren salafiah. Hingga kini Pesantren tersebut tetap tetap menjaga tradisi mempelajari kitab kuning. Ada dua bangunan lama yang masih tersisa hingga kini. Pertama menara Mojosari yang memiliki tinggi sekitar 30 meter. Kedua, bangunan kamar Tulungagung tempat tidur santri laki-laki . Saat ini pondok pesantren Mojosari jumlah santrinya sekitar 3 ribu santri.
Namun seiring perkembangan, pesantren perlahan membuka pendidikan formal untuk santri-santrinya. Ada dua unit pendidikan formal yang ada yaitu Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Sedangkan pendidikan non formal meliputi pendidikan madrasah diniah Awaliyah, Wustho dan Ula, dan TPQ.