P3M.OR.ID. Bulan Agustus 2025 menjadi babak kelam bagi bangsa Indonesia. Semestinya bulan ini identik dengan perayaan kemerdekaan. Namun, akhir Agustus justru menyisakan duka yang mendalam. Serangkaian aksi massa terjadi selama seminggu penuh. Periode 25 hingga 31 Agustus 2025 menjadi Saksi bisu. Berbagai kota besar di Indonesia dilanda gelombang protes. Untuk itu Perhimpunan Pengembangan Masyarakat akan menyelenggarakan diskusi publik terkait dengan peristiwa tersebut.
Data Metro-TV mencatat, aksi ini menelan 11 korban jiwa. Ini adalah sebuah kerugian besar. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga merilis data. Bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH), mereka mengungkap fakta lain. Sebanyak 3.337 orang ditangkap. Penangkapan terjadi di 20 kota selama 25-31 Agustus 2025. Kota-kota besar menjadi fokus aksi ini. Jakarta, depok, dan Semarang termasuk di dalamnya. Cengkareng, Bogor, dan Yogyakarta juga terlibat. Magelang, Bali, dan Bandung tak luput. Pontianak, Medan, Sorong, serta Samarinda ikut bergolak. Jambi, Surabaya, dan Malang juga mengalami hal serupa.
YLBHI juga mencatat korban luka-luka. Ada 1.042 peserta aksi mendapat perawatan intensif. Kondisi ini sangat memprihatinkan. YLBHI dan LBH mengecam keras tindakan aparat. Mereka menyoroti praktik kekerasan yang berlebihan. Apalagi penggunaan kekuatan tak proporsional oleh kepolisian sehingga mengakibatkan korban luka dan bahkan meninggal dunia.
Aksinya semakin memanas seiring berjalannya waktu. Berita duka kembali muncul. pengemudi ojekon line, Affan Kurniawan, meninggal dunia. Ia dilindas truk polisi. Insiden ini memicu kemarahan masyarakat. Perusakan sarana publik pun tak terhindarkan. Jembatan penyeberangan rusak parah. Gedung DPR juga mengalami kerusakan. Suasana menjadi sangat tidak terkendali. Bahkan, penjarahan terjadi. Beberapa rumah pejabat dan anggota DPR menjadi sasaran.
Pemicu Gelombang Protes yang Meluas
Lalu, apa yang memicu semua ini? Banyak faktor yang berkontribusi pada gejolak ini. Rencana kenaikan tunjangan anggota DPR menjadi pemicu utama. Kenaikan tunjangan perumahan dianggap tak etis. Terutama di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sulit. Rakyat merasa tidak adil.
Isu lain juga memperkeruh suasana. Aksi joget-joget anggota DPR menuai kecaman. Kenaikan bumi pajak dan bangunan memberatkan rakyat. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal menimbulkan polusi. Pembatasan akses masyarakat terhadap laut juga memicu kemarahan. Semua isu ini menjadi bara dalam sekam.
Pertanyaan mendasar pun muncul. Mengapa aksi kekerasan ini terus berulang? Apakah perubahan harus selalu melalui jalan seperti ini? Bagaimana mencegah aksi sketsa anarkisme? Selanjutnya, mengapa kemudian muncul kekerasan, perusakan, dan penjarahan ? Bagaimana mengawal aspirasi rakyat? Kemudian, tuntutan rakyat harus didengar dan dilaksanakan. Ini menjadi tantangan besar.
Menyikapi Tragedi Agustus 2025, Majelis Sembilan P3M akan menyelenggarakan sebuah diskusi publik terkait tersebut . Diskusi ini bertujuan mencari jawaban. Setiap bulan, Majelis Sembilan menggelar diskusi. Tepatnya pada tanggal 9 setiap bulan. Mereka menghadirkan narasumber yang kompeten. Diskusi ini menjadi forum penting.
Narasumber
Sejumlah narasumber yang kompeten akan mengisi diskusi ini. Mereka yang akan memberikan pematik adalah Dr. KH Maman Imanul Haq (anggota DPR). selain itu ada Savic Ali (Mantan aktivis ’98 / Ketua PBNU) juga hadir. Rajab Ahirullah (pelaku aksi, pengurus PB PMII) turut diundang.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan:
Kegiatan ini akan diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal: Selasa, 09 September 2025
Pukul: 19.00 – 22.00 WIB
Tempat: Kantor P3M Jl. Cililitan Kecil III no. 12 Kramatjati Jakarta