P3M.OR.ID. Ada empat infrastruktur utama yang diperlukan untuk efektif mengelola sampah yaitu politik, sosial, ekonomi, dan teknologi. Untuk itu penting bagi pesantren untuk menginisiasi tata kelola sampah yang mandiri, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dalam mengatasi darurat sampah
Hal tersebut terungkap dalam Seminar Pesantren Hijau dalam rangka menyambut Haul Akbar Masayikh pada Sabtu (22/6) lalu. Menurut Wahyudi Anggoro Hadi yang menjadi salah pembicara utama membangun kesadaran politik dan sosial di masyarakat sangat penting. Hal ini harus dilakukan sebelum menerapkan teknologi pengelolaan sampah. Dengan pendekatan ini tersebut dirinya berhasil dalam pengelolaan sampah berbasis ekonomi lokal.
“Hal itu penting karena pesantren dengan jumlah santri ribuan tentunya menghadapi beberapa persoalan mendasar yang perlu diselesaikan. Saat ini, pengelolaan sampah masih bertumpuk di Tempat Penampungan Sampah (TPS),” kata peraih ASEAN Leadership Award.
Selain itu Wahyudi mengatakan sampah yang masih terpusat di TPS semakin lama semakin terbatas kemampuannya untuk dikelola. Oleh karena itu, penting bagi pesantren untuk menginisiasi tata kelola sampah yang mandiri, berkelanjutan, dan bertanggung jawab. “Sehingga bila terjadi sesuatu di TPS, misalnya ditutup karena penuh, mereka bisa menyelesaikan persoalan mereka secara mandiri,” harapnya.
Untuk itu, lanjut Wahyudi, bahwa hal ini memerlukan banyak upaya. Diantaranya adalah kebijakan pengasuh, perubahan perilaku sosial santri untuk menunaikan tanggung jawab mereka, hingga pemilahan sampah sejak awal, dan adanya entitas ekonomi yang mencukupi termasuk peralatan dan tempat yang memadai.
Darurat Sampah
Sementara itu, Diwan Masnawi dari pesantren Cipasung berharap pesantren bisa menjadi agen besar yang berpengaruh dalam pengelolaan sampah dengan baik. Hal ini mengingat kondisi sampah yang sangat darurat dan meresahkan. “Setiap hari timbunan sampah semakin meningkat, sedangkan konsumsi kita juga meningkat. Dengan kegiatan ini, kita berusaha menyebarluaskan pengetahuan ke pesantren-pesantren di sekitar Tasikmalaya,” kata Diwan.
Diwan berharap dengan seminar ini, santri dapat mengelola sampah dengan baik sehingga permasalahan sampah dapat diselesaikan di pesantren tanpa harus ke TPS. “Santri diharapkan bisa menjadi penggerak dalam penanggulangan sampah dengan berbagai macam bentuk pengelolaan, pemilahan, dan pemanfaatan sampah. Semoga santri menjadi agen utama dalam perubahan penanggulangan sampah di masyarakat,” pungkasnya.
Acara bertema “Taubat Ekologis: Kemandirian Pesantren Kelola Darurat Sampah dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk pondok pesantren lain di Tasikmalaya, sekolah-sekolah, karang taruna, dan masyarakat umum, menunjukkan antusiasme yang besar dalam mengatasi masalah sampah. Diskusi aktif di sesi akhir acara menegaskan komitmen untuk mencari solusi konkret dalam pengelolaan sampah di lingkungan masing-masing.
Seminar Pesantren Hijau di Pondok Pesantren Cipasung bukan hanya sebuah acara, melainkan tonggak awal bagi transformasi ke arah pengelolaan sampah yang lebih baik dan berkelanjutan, mengilhami masyarakat untuk bertindak nyata demi lingkungan yang lebih bersih dan sehat.