P3M.OR.ID. Melakukan pencemaran lingkungan itu hukumnya haram. Bahkan pelakunya dapat dikategorikan sebagai indakan kriminal. Sayangnya, kedua keputusan diatas masih hanya dianggap sebagai fatwa-fatwa keagamaan dan belum banyak diadopsi menjadi sebuah kebijakan. Oleh karena itu, dengan adanya ekonomi sirkular, diharapkan dapat menjadi langkah berbagai pihak
Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) KH Sarmidi Husna dalam diskusi Focus Group Discussion (FGD) bertema Penguatan EkonomI Sirkular di Pesantren dan Masyrakat. “Pelaku pencemaran dikenakan hukum jinayat (kriminal),” ungkap Kiai Sarmidi. Menurutnya fatwa tersebut merujuk pada hasil keputusan Muktamar NU ke-29 di Cipasung Tasikmalaya 1994.
Selain itu, Kiai Sarmidi juga membahas tentang pentingnya menjaga maqashid syariah (tujuan syariah) yaitu memelihara agama (Hifz al-Din), memelihara jiwa (Hifz al-Nafs), memelihara akal (Hifz al-‘Aql), memelihara keturunan (Hifz al-Nasl), memelihara harta (Hifz al-Mal). Ada yang menambahkan Hifdzul bi’ah, atau menjaga lingkungan hidup, sebagai salah satu bagian dari maqashid syariah.
Sementara itu Wisti Noviani Adnin dari Kasubdit ekonomi sirkular KLHK RI menyebut bahwa MUI mengeluarkan fatwa perihal menjaga lingkungan ini. Dalam Fatwa MUI Nomor 41 Tahun 2014 menyebut , ada empat ketentuan hukum tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan.
Selanjutnya Ibu Novi menyampaikan bahwa arah kebijakan KLHK adalah untuk mendukung ekonomi sirkular. Salahsatu hal yang terkait dengan ekonomi sirkular adalah pengelolaan sampah data jumlah timbuna. “ Dari data sampah di Indonesia yaitu 69,9 juta ton per tahun. Yang tidak disangka-sangka, jumlah timbunan sampah makanan sebesar 28,6 juta ton per tahun atau sekitar 41% dari total jumlah sampah. Ini sangat memprihatinkan. Disaat masih banyak orang kelaparan tapi di sisi lain sisa makan yang dibuang sebegitu besarnya,” ungkapnya.
Pertama, setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabdzir (boros) dan israf (melampaui batas). Kedua, membuang sampah sembarangan dan/atau membuang barang yang masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan diri maupun orang lain hukumnya haram. Ketiga, Pemerintah dan Pengusaha wajib mengelola sampah guna menghindari kemudharatan bagi makhluk hidup. Keempat, mendaur ulang sampah menjadi barang yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan umat hukumnya wajib kifayah. Majelis Ulama Indonesia Tentang Bahkan menurut ibu Novi, MUI juga telah mengeluarkan buku Panduan Tata Kelola Sampah Menurut Ajaran Islam.
Pesantren sebagai central of excellent
Sedangkan pembicara dari Bappenas. Asri Hadiyanti Giastuti menyebut pentingnya perubahan paradigma dari ekonomi linear menuju ekonomi sirkular. Menurutnya ekonomi linear dipahami sebagai ekonomi yang berawal dari produksi, pakai kemudian dibuang. “ Hal ini yang akhirnya menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Celakanya, di TPA ini sampah tidak diolah sehingga menimbulkan timbunan yang menggunung. Bahkan ada kasus sejumlah TPA terbakar,” jelasnya.
Pembicara berikutnya adalah Ibu Asri dari Bappenas. Ia menyampaikan pentingnya perubahan paradigma dari ekonomi linear menuju ekonomi sirkular. Ekonomi linear dipahami sebagai ekonomi yang berawal dari produksi, pakai kemudian dibuang. Akhirnya menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Celakanya, di TPA ini sampah tidak diolah sehingga menimbulkan timbunan yang menggunung. Bahkan ada kasus sejumlah TPA terbakar.
Lebih kanjut Ibu Asri menjelaskan tentang prinsip-prinsip ekonomi sirkular. Ada 9R prinsip dalam penerapan ekonomi sirkular yaitu Refuse–Rethink–Reduce–Reuse–Repair–Refurbish–Remanufacture–Repurpose–Recycle. Menurut Ibu Asri, “ekonomi sirkular lebih sekedar dari pengelolaan sampah, tapi menekankan pada efisiensi sumber daya dan kita harus melihat rantai nilai.”
Sedangkan Lucia Karina dari Coca-cola. Ia menyampaikan pengalaman perusahannya dalam melakukan pendampingan pengelolaan sampah. “ Kami melakukan pendampingan terhadap TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) atau Bank Sambah di Seminyak Bali sekitar April 2016. Awalnya mereka tidak melakukan pemilahan sampah. Mereka hanya mendapatkan penghasilan dari retribusi penduduk sebesar sekitar 3,4 juta/bulan,” ujarnya.
Namun, tambah Karina apa yang terjadi setelah mereka mendapat pendampingan dan melakukan pemilahan sampah adalah keuntungan. Hasilnya pada Desember 2023 sangat mencengangkan dengan pendapatan 4,7 M. “Dengan kita menjadikan pesantren sebagai central of excellent, masalah pemerintah terkait sampah akan berkurang drastis. Karena pesantren disini tidak hanya sebagai Lembaga pendidikan tapi juga berfungsi sebagai “omah atau rumah” bagi masyarakat sekitar. Kita perlu memperkuat perekonomian masyarakat dan pesantren, peluang pengelolaan sampah ini dapat menjadi salah satu solusinya,” ungkapnya.
Focus Group Discussion (FGD) yang mengundang narasumber dari Bappenas, Kementerian Linkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Coca-cola Europacific Partners (CCEP) . acara ini dihadiri oleh beberapa mitra P3M dan kiai-kiai di DKI Jakarta dan berlangsung pada 26 Agustus 2024.