P3M.OR.ID. Kementerian Agama (Kemenag) mengambil langkah strategis dengan berkolaborasi dengan Majelis Masyayikh. Tujuannya adalah memperkuat mutu pendidikan tinggi pesantren dengan utamanya ada pada pengembangan Ma’had Aly dan mendorongnya pusat riset Islam. Upaya ini diwujudkan melalui fondasi yang kokoh. Yaitu penyusunan standar mutu yang ketat pada jenjang Magister (Marhalah Tsaniyah) dan jenjang Doktoral (Marhalah Tsalitsah). Standar ini dirancang secara bertahap. Harapannya akan menjadikan Ma’had Aly sebagai pusat riset Islam. Riset tersebut akan berbasis pada kajian kitab kuning atau turats.
Menurut Direktur Pesantren, Yusi Damayanti standar mutu tidak boleh longgar. yang menjadi tantangan bukanlah pada aturan melainkan terletak pada sosialisasi dan implementasi. Aturan yang bagus harus sampai ke masyarakat luas. “Kadang regulasi sudah ditandatangani, tapi lupa disosialisasikan secara menyeluruh. Apalagi prodi Ma’had Aly sangat spesifik, sehingga memerlukan usaha ekstra untuk diperkenalkan kepada publik. Aturan yang baik akan melahirkan pelaksanaan yang lebih berkualitas. Oleh karena itu, kami harus sungguh-sungguh dalam merancang standar mutu Ma’had Aly,” ujarnya Yusi. Terkait percepatan regulasi, Yusi menawarkan solusi praktis. Ia menyarankan penggunaan Keputusan Menteri Agama (KMA). Ini bisa menjadi solusi cepat untuk kebutuhan mendesak. Sembari berproses menuju Peraturan Menteri Agama (PMA). “Jika kebutuhan mendesak, KMA bisa menjadi solusi cepat. Namun, jika memungkinkan, PMA akan memberikan dasar hukum yang lebih kuat lagi karena melibatkan K/L lain,” tambahnya.
Standar Global dan Kaderisasi Ulama Terstruktur
sementara itu Ketua Majelis Masyayikh, KH. Abdul Ghaffar Rozin, menekankan pentingnya proses. Ia menyatakan penyusunan standar mutu tidak boleh instan. Menurut pengasuh pesantren Maslakul Huda Kajen ini, Ma’had Aly adalah lembaga pendidikan yang sangat strategis. Perannya adalah mencetak generasi ulama masa depan. Ulama yang tidak hanya menguasai ilmu agama. Tapi juga mampu menghadapi tantangan zaman. “Ma’had Aly merupakan pendidikan tinggi untuk reproduksi ulama. Kita ingin melahirkan insan yang faqih, yang selesai dengan dirinya sendiri, dan mampu menavigasi maslahat umat,” jelasnya. Gus Rozin, sapaan akrabnya, juga memberi saran dengan mendorong adanya benchmarking atau studi banding. Tujuannya adalah lembaga keulamaan internasional. Seperti yang ada di Iran dan Maroko. Hal ini agar standar mutu Ma’had Aly berwawasan global. Namun, tetap mempertahankan kekhasan pesantren di Indonesia.
Senada dengan itu, KH. Muhyiddin Khotib angkat bicara. Sekretaris Majelis Masyayikh ini menjelaskan sistem berjenjang. Menurutnya, setiap jenjang di Ma’had Aly harus memiliki karakter akademik yang jelas. “Marhalah Tsaniyah (M2) adalah fase penguatan, sedangkan Marhalah Tsalitsah adalah fase inovasi (ibda’). Ini penting agar proses kaderisasi ulama berjalan berjenjang, utuh, dan mendalam,” ujarnya.
Peluang Dukungan Dana Riset dari LPDP
Sedangkan Kasubdit Pendidikan Ma’had Aly, Mahrus, memandang ini sebagai langkah besar. Penyusunan standar mutu ini sangat strategis. Tujuannya memperkuat posisi Ma’had Aly di level nasional dan global. “Penerapan standar mutu tinggi akan menjembatani pesantren ke dalam lanskap akademik global tanpa kehilangan jati dirinya,” ungkapnya.
Mahrus juga membawa kabar gembira. Ia berharap Ma’had Aly segera mendapat dukungan dana riset. Dana tersebut berasal dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Penyalurannya melalui skema Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB). Dukungan ini diharapkan meningkatkan kapasitas keilmuan para mahasantri. Sekaligus mendorong lahirnya inovasi berbasis tradisi turats. “Ini adalah peluang besar untuk menjadikan Ma’had Aly sebagai pusat keunggulan penelitian Islam yang khas dan progresif,” tuturnya.
Forum halaqah ini berjalan sangat produktif. kegiatan yang berlangsung 2–4 Juni 2025 di Tangerang melibatkan perwakilan Kementerian Agama, Majelis Masyayikh, para pengasuh pesantren, akademisi, serta praktisi pendidikan Islam. Para peserta mengevaluasi draf standar mutu secara mendalam. Mereka juga mencari keseimbangan antara pendekatan berbasis kepatuhan. Serta pendekatan yang berorientasi pada kinerja. Masukan substansial dari peserta akan memperkaya arah kebijakan. Sehingga mutu pendidikan tinggi pesantren menjadi lebih kokoh dan berkarakter. Hadir pula para pengasuh pesantren ternama. Akademisi serta praktisi pendidikan Islam turut memberi masukan.