P3M.OR.ID. Kementerian Agama (Kemenag) RI kini tengah mematangkan persiapan serius Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) tingkat Asia Tenggara. Ajang bergengsi ini bukan sekadar kompetisi membaca kitab kuning namun menjadi etalase utama diplomasi budaya Indonesia. Tujuannya acara ini adalah untuk memperlihatkan keunggulan pendidikan Islam khas nusantara di panggung regional Asia tenggara.
Ajang MQK ini menjadi bukti nyata komitmen Indonesia. Indonesia ingin memperkuat posisinya sebagai pusat keilmuan Islam yang moderat. Penyelenggaraan perdana di tingkat regional ini membawa harapan besar. Harapannya adalah mempererat jejaring keislaman antarnegara di Asia Tenggara.
hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno. Dirinya menegaskan bahwa MQK Asia Tenggara 2025 memiliki makna strategis dan lebih dari sekadar perlombaan. Untuk itu Suyitno akan menjadikan momentum penting untuk memperluas budaya pesantren Indonesia.
“MQK ini membawa nama Indonesia dalam panggung internasional. Maka, kualitas pelaksanaannya harus mencerminkan standar profesional, transparan, dan inklusif,” ujar Amien Suyitno. Pernyataan ini ia sampaikan dalam rapat penyusunan petunjuk teknis di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Pernyataan tersebut menggarisbawahi keseriusan pemerintah dalam melaksanakan event besar ini. Untuk itu setiap aspek penyelenggaraan pengelolaan akan sangat cermat. Standar profesionalisme menjadi tolok ukur utamanya. Keterbukaan dan partisipasi semua pihak juga menjadi prioritas untuk memastikan kredibilitas acara di mata dunia.
Lokasi dan Detail Penyelenggaraan
Pemerintah telah menetapkan jadwal dan lokasi acara. Kompetisi ini sendiri akan berlangsung pada 1–5 Oktober 2025. Pondok Pesantren As’adiyah, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi yang berada di luar Jawa ini juga mengirimkan pesan penting tentang meratanya kualitas pendidikan pesantren di seluruh Indonesia.
Penyelenggaraan acara akan bersamaan dengan MQK Nasional ke-8. Hal ini akan menciptakan atmosfer keilmuan yang lebih semarak. menurut perkiraan datang ada dari sepuluh negara Asia Tenggara. Indonesia pun mencatatkan sejarah sebagai tuan rumah pertama dalam MQK tingkat Asia Tenggara ini.
Untuk memastikan kelancaran, Sekretaris Ditjen Pendis, Arskal Salim telah memberikan masukan teknis. Ia mengusulkan penetapan indikator keberhasilan yang jelas. Sistem pengawasan mobilitas peserta juga harus matang. “Kita tidak ingin ada peserta yang kesulitan akses atau bahkan tersesat,” tegasnya. Logistik dan kenyamanan delegasi internasional menjadi perhatian utama panitia.
Pesantren di Panggung Dunia
Sementara itu Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Basnang Said, menggambarkan MQK sebagai panggung dunia. Ajang ini adalah pembuktian bagi eksistensi pesantren. Menurutnya, pesantren mampu bersaing di tingkat global. Namun, mereka tetap berpegang teguh pada akar tradisi keilmuannya.
MQK mematahkan stigma bahwa pesantren adalah lembaga tertutup. Sebaliknya, kegiatan ini menunjukkan dinamika dan keterbukaan pesantren. Para santri akan menunjukkan kemampuannya dalam mengkaji teks-teks Islam klasik. Mereka melakukannya di hadapan audiens internasional.
Acara ini tidak hanya berisi kompetisi. Panitia telah menyiapkan program pendukung untuk memperkaya pengalaman peserta. Akan ada city tour untuk memperkenalkan budaya lokal. Selain itu ada pula Halaqah Ulama Internasional sebagai forum diskusi para cendekiawan. Semua kegiatan sebagai bagian diplomasi lunak (soft diplomacy). Panitia ingin membangun citra positif tentang Indonesia. “Kita ingin peserta pulang membawa kesan kuat bahwa Indonesia adalah negara moderat, religius, dan terbuka,” tutup Basnang.
Suksesnya MQK Asia Tenggara 2025 akan diukur melalui berbagai indikator. Indikator tersebut mencakup aspek teknis pelaksanaan, mutu peserta, dan kualitas juri. Selain itu, sistem informasi yang terintegrasi juga menjadi penilaian. Panitia akan memanfaatkan format hybrid (daring dan luring) untuk memperluas jangkauan.
Lebih jauh, panitia juga mengukur indikator dampak dan keberlanjutan. Artinya, kesuksesan tidak berhenti saat acara selesai. Harapannya dalam jangka panjang ada dampak bagi penguatan jejaring ulama dan santri. Selain itu adanya peningkatan reputasi pendidikan pesantren Indonesia di kancah global. Ajang ini adalah investasi strategis bagi masa depan diplomasi kebudayaan Indonesia.