P3M.OR.ID. Kiai Hilmy Muhammad menyesalkan adanya aturan pengendalian minuman keras ( miras) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan dan bentuk Peraturan Daerah (Perda). Menurutnya minuman keras mudharatnya lebih besar daripada maslahatnya. Untuk itu dirinya mendesak pemerintah ada upaya baru dalam pengendalian minuman keras demi kemaslahatan umat.
Menurut Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini madharat minuman keras (miras) lebih banyak sudah terbukti. “Buktinya lebih banyak madharatnya daripada maslhatanya bagi anak bangsa,” ujarnya. Dirinya menyesalkan adanya pengendalian minuman alkohol yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20 tahun 2014 dan berubah dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 25 Tahun 2019. Selain itu juga ada pengendalian miras dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) di berbagai daerah.
Soal Batasan Umur
Salah satu yang menjadi problem dalam pengendalian miras ini adalah Pasal 15 Permendag. Di dalamnya menyebut batas usia seseorang boleh menegak miras. “Regulasinya itu ternyata orang 21 tahun sudah boleh membeli miras. Batasan umur ini yang menjadi ini masalahnya . Untuk itu harusnya ada larangan larang, baik itu distribusi, konsumsi, peredaraanya harus kita tolak. Termasuk usia 21 itu tidak relevan,” katanya.
Mengutoip laman nu.or.id, Kiai Hilmy menyebut perlu ada aturan yang tegas untuk pengendalian bagi turis dan penolakan bagi masyarakat Indonesia. “Ada pembatasan soal konsumsi minuman beralkohol itu hanya kepada pihak-pihak yang memang boleh mengkonsumsinya. Salah satunya yang boleh adalah turis asing. namun kalau untuk anak bangsa, ini usia harus lebih ketat,” tambahnya.
Untuk itu hasil Munas Alim Ulama 2025 dapat mendesak pemerintah untuk membuat peraturan mengenai pengendalian dan penolakan minuman keras demi kemaslahatan umat. “Tapi memang sampai hari ini urusan Undang-Undang minuman beralkohol, belum selesai di DPR. Kita ingin sebagai organisasi masyarakat memberikan desakan yang lebih berat. Oleh karena itu, kita minta PBNU betul-betul menjalankan rekomendasi ini tersebut dengan desakan kepada stakeholder,” tambahnya. Menurutnya kalau pemerintah tidak tegas dari awal itu susah. “ Apalagi Kalau kita bicara oplosan, nah, lebih dahsyat lagi itu,” ujar pengasuh pesantren Krapyak, Yogyakarta.