P3M.OR.ID. Ada 125 Ratusan pesantren di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan siap menjadi ujung tombak program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ratusan pesantren ini rencananya akan berfungsi sebagai Satuan Pelaksana Pemenuhan Gizi (SPPG). Keberadaan dapur-dapur MBG di 125 titik ini diharapkan menjadi solusi konkret masalah gizi. Terutama bagi para santri yang merupakan generasi penerus bangsa.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengonfirmasi hal tersebut pada Senin (21/7) kemarin. Menurutnya jumlah pesantren yang sudah terdaftar dalam sistem. “Ya sudah proses, sekarang ini yang sudah masuk ke dalam sistem ada 125 titik,” kata Yahya seperti dilansir dari Antara, Senin (21/7/2025).
Pria yang akrab disapa Gus Yahya tersebut tidak ditunjuk begitu saja. Mereka telah melewati serangkaian proses verifikasi yang ketat. Proses ini memastikan kelayakan setiap pesantren sebagai pelaksana program. PBNU berkomitmen penuh untuk menyukseskan program ini. “Akan terus kita dorong supaya ke depan ada akselerasi yang lebih kuat untuk eksekusi,” ucapnya.
Sinergi Lintas Sektor untuk Gizi Anak Bangsa
Program ini tidak berjalan sendiri. Sinergi kuat antarlembaga menjadi fondasinya. Belum lama ini, nota kesepahaman penting telah ditandatangani. Penandatanganan ini melibatkan Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Turut serta pula Badan Gizi Nasional (BGN). Ada juga Komite Percepatan Pemberdayaan Masyarakat Republik Indonesia (KPPM RI). Kesepakatan ini bertujuan mempercepat pembangunan 1.000 dapur MBG di kompleks pesantren.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menyambut baik inisiasi ini. Ia menggarisbawahi peran strategis pondok pesantren. Menurutnya, SPPG di lingkungan pesantren akan membentuk masa depan umat dan bangsa. “Ini adalah gerak langkah penting bagi santri, di mana SPPG yang dilanjutkan dengan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bisa mengatasi problematika generasi penerus,” katanya.
Pria yang akrab dengan sapaan Cak Imin bahkan memberi penekanan khusus. Ia menilai dukungan terhadap program MBG ini sifatnya fardhu ‘ain atau wajib bagi setiap individu. Hal ini karena MBG adalah upaya menyelamatkan perjuangan dan dakwah di masa depan. “Semua membutuhkan SDM yang cerdas, tidak hanya anak kiai saja yang mendapat gizi cukup. Tapi juga semua santri di seluruh pondok pesantren di Indonesia,” ucapnya.
Peran Sentral
Selain itu Badan Gizi Nasional (BGN) terus bergerak aktif. dengan bermitra strategis utamanya adalah Nahdlatul Ulama. BGN saat ini sedang memfinalisasi Memorandum of Understanding (MoU) dengan PBNU. Kepala BGN, Dadan Hindayana, memandang kolaborasi ini sangat penting. Baginya, NU adalah fondasi yang kuat untuk menyukseskan program MBG. Hal ini karena NU merupakan organisasi keagamaan terbesar di tanah air.
“Saya kira ini adalah tindak lanjut MoU yang sedang kita susun. NU ini adalah salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, jadi harus menjadi landasan yang kuat dalam Program Makan Bergizi Gratis,” ujar Dadan Hindayana beberapa waktu lalu. Keterlibatan NU dianggap sangat strategis. Sebagian besar pesantren di Indonesia berada dalam jaringan NU. Dengan demikian, penyediaan gizi santri melalui MBG akan berdampak langsung. Dampak positif ini akan dirasakan pada kualitas sumber daya manusia nasional.
Hingga kini, NU telah mengoperasikan lebih dari 114 dapur MBG. BGN mendorong jumlah ini untuk terus bertambah. Targetnya adalah mencapai 1.000 dapur SPPG di lingkungan pesantren NU. “NU sendiri sampai sekarang laporan telah mendapatkan lebih dari 114 (dapur SPPG), nanti akan mencapai target 1.000. Saya ingin minimal NU (bangun dapur SPPG) 1.000 sehingga memudahkan pekerjaan Badan Gizi Nasional. Minimal untuk daerah pesantren itu, Badan Gizi Nasional sudah melepaskan ke NU sepenuhnya,” harapnya.
Manfaat Ganda: Gizi Terpenuhi, Ekonomi Bergerak
Program dapur MBG di pesantren menawarkan manfaat jangka panjang. Manfaatnya tidak hanya sebatas memenuhi nutrisi. Program ini juga menyentuh aspek ekonomi pesantren. Dapur SPPG akan menerima pasokan dana rutin. Dana tersebut dapat digunakan untuk operasional dan kebutuhan lainnya.
“Kami berharap nanti dengan adanya SPPG di pesantren, perjalanan hidup dari pesantren akhirnya menjadi lebih baik karena mendapatkan pasokan dana rutin untuk operasional dan lain-lain,” ucap Dadan. Lebih jauh lagi, program ini membuka pintu pendidikan baru. Para santri dapat belajar tentang kewirausahaan. Mereka juga mendorong untuk mewujudkan kemandirian pangan di lingkungannya. Dadan membayangkan sebuah ekosistem produktif di pesantren.
“Paling penting lagi menguasai rantai pasok di mana santri-santri bisa diedukasi oleh pemimpin pengurus pondok pesantren untuk memanfaatkan sumber daya lokal, tanah-tanah yang pinggiran yang selama ini tidak dimanfaatkan bisa digunakan oleh santri,” kata Dadan. Lebih lanjut Dadan melukiskan menyebut para santri tidak hanya mengaji. Mereka juga bisa berkontribusi langsung pada ekosistem pangan lokal. Aktivitas ini akan menggerakkan roda perekonomian di sekitar wilayah pondok pesantren. “Usai shalat subuh, setelah ngaji, mereka berdua turun ke lapangan membangun ekosistem dan rantai pasokan untuk kebutuhan makan santri itu sendiri. Kita berharap, ekonomi akan bergerak di wilayah pondok pesantren,” tutupnya.