KabarKabar P3MPilihan Editor

Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) Dinilai Tidak Tepat

363
×

Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) Dinilai Tidak Tepat

Sebarkan artikel ini
Direktur P3M - Sarmidi Husna
Direktur P3M - Sarmidi Husna

Hal ini disebabkan mengonsumsi barang yang dari produk berbahan baku tembakau merupakan sebuah kebiasaan. Jadi, tidak perlu ada deklarasi dalam bentuk penentangan terhadap komoditas tersebut.

P3M.OR.ID. Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) dinilai tidak tepat. Hal ini karena mengonsumsi barang yang dari produk berbahan baku tembakau merupakan sebuah kebiasaan. Jadi, tidak perlu ada deklarasi dalam bentuk penentangan terhadap komoditas tersebut.

Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), KH Sarmidi Husna. Ia mensinyalir, HTTS merupakan bagian dari agenda rezim kesehatan global dengan maksud menghancurkan kelangsungan hidup jutaan petani tembakau. Menurutnya harus ada political-will pemerintah untuk melindungi dan menjamin Hak Ekosob keluarga para petani tembakau sebagai penghasil komoditas unggulan. “Jangan sampai Hak Ekosob para petani terancam dan mereka selalu menjadi ‘pesakitan’ dengan stigma penguras anggaran kesehatan, penyebab kematian, dan seterusnya,” tegasnya.

Kemudian lanjut Kiai Sarmidi, kebijakan yang terlalu ketat terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT), akan dapat mematikan IHT dan ekosistemnya. Sementara perokok tidak akan berhenti merokok, tetapi mencari jalan lain mengkonsumsi rokok ilegal dan atau rokok impor. Menurutnya merokok dapat berhenti kapan saja. “Misalnya saat puasa. Selama 12 jam perokok dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi rokok tanpa merasa ketagihan,” ujarnya.

Menurut Kiai KH Sarmidi hal ini akan menambah dampak negatif lainnya seperti menimbulkan peningkatan pengangguran yang dapat memicu masalah sosial politik, mengganggu stabilitas dan keamanan. Sementara eksternalitas negatif yang hendak dikendalikan tidak tercapai.

“Karena itu, agenda tahunan HTTS harus disikapi oleh pemerintah sebagai salah satu unsur penyelenggara negara dalam membuat kebijakan dengan memerhatikan prinsip kemaslahatan dan kesejahteraan rakyatnya,” pungkasnya.

Hari Tanpa Tembakau

Mengutip dari laman liputan6.com pengamat Ekonomi Prof. Hikmahanto Juwana berpendapat, HTTS adalah pengingat mereka yang mengkonsumsi rokok. “Namun demikian konsumsi rokok tidak mungkin bisa dihilangkan dengan peringatan HTTS,” katanya.

Peringatan HTTS, menurut Prof. Hikmahanto juga sebagai pengingat betapa industri hasil tembakau (IHT) akan terdampak dalam hanya satu hari saja. “Bila konsumsi rokok di Indonesia masih tinggi dan industri tembakau dimatikan, bisa dibayangkan berapa banyak pekerja Indonesia yang akan kehilangan pekerjaan dan berapa banyak negara akan kehilangan pendapatan. Bisa jadi justru ini akan diraup oleh industri tembakau di luar negeri, baik yang legal maupun ilegal,” tegas Prof. Hikmahanto.

Seperti diketahui IHT nasional yang mempekerjakan sekitar 5,5 juta pekerja Indonesia. Bahkan beberapa tahun lalu penerimaan negara dari cukai hasil tembakau serta pajak pertambahan nilai (PPN) lebih dari Rp350 triliun, Menurutnya, hasil tembakau di Indonesia bukan hanya berjalan pada bidang kesehatan saja, tetapi juga sektor ekonomi, sosial, budaya. Jika hasil tembakau dimatikan, sangat dikhawatirkan Indonesia akan bergantung terhadap supply tembakau dari luar negeri, sedangkan Indonesia memiliki sumber daya tembakau melimpah dan perokok aktif Indonesia yang banyak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *