P3M.OR.ID. Setidaknya ada 1.200 pondok pesantren di Jawa Timur yang belum mendapatkan izin operasional oleh Kementerian Agama. Berdasarkan data Kemenag Jatim, ada sekitar 7.006 Ponpes di Jatim yang telah berizin.
Hal tersebut diungkapkan oleh oleh Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As’adul Anam dalam konferensi pers, Kamis (29/2). Menurut Anam berdasarkan data milik Kemenag Jatim, ada sekitar 7.006 Ponpes di Jatim yang telah berizin. Akan tetapi data tersebut berbeda dengan catatannya Rabithah Ma’had Islamiyah (RMI) PWNU Jatim. Data dari RMI menyebut jumlahnya berbeda sekitar 1.200 pesantren. “Perbedaan data antara RMI dengan kami itu ada sekitar 1.200-an (pesantren belum berizin). Kami bekerja sama dengan RMI ini untuk lembaga ini segera mengajukan izin,” tambah Anam.
Anam menambahkan pihaknya berkepentingan adanya kerjasama dengan bekerja RMI PWNU Jatim untuk mempercepat pengurusan izin operasional Ponpes yang belum memilikinya izin operasional. Itu tak lain karena sekitar 90 persen dari total Ponpes yang ada di Jatim, berada di bawah naungan RMI PWNU. Terkait PPTQ Al Hanifiyyah asuhan Fatihunada atau Gus Fatih, Anam membenarkan pesantren tersebut belum memiliki izin operasional. Pesantren ini menjadi viral karena salah satu santrinya meninggal dunia akibat tindakan kekerasan temannya.
Pesantren Di Jawa Timur
Sementara itu menanggapi kekerasan yang sering terjadi di Pesantren, Kementerian Agama akan menyosialisasikan tentang pesantren ramah anak dan menyusun regulasi tentang pemberantasan kekerasan di pesantren. Menurut Inspektur Wilayah II Kemenag Ruchman Basori mengatakan pentingnya memperkuat regulasi. Kemenag juga perlu membentuk tim khusus, beranggotakan perwakilan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, KPAI, serta tim terkait lainnya. Tim ini bertugas menyusun naskah akademik, meninjau regulasi yang mungkin terlalu longgar, dan mencatat jumlah kasus kekerasan selama lima tahun terakhir.
“Melalui kebijakan yang mampu menindak secara tegas terhadap pesantren yang tidak memenuhi standar keamanan dan perlindungan terhadap santri, agar kyai dan pihak yang ingin membuka pesantren lebih berhati-hati,” tegas Ruchman.
Sedangkan Jubir Kemenag Anna Hasbie menggarisbawahi perlunya segera membentuk satuan tugas yang terdiri dari berbagai pihak untuk mengusut tuntas kekerasan di pesantren. “Kejadian ini harus benar-benar menjadi kasus terakhir, sehingga tahun ini benar-benar menjadi concern utama,” ucap Anna.