P3M.OR.ID. Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) 2024 terkait tembakau bertentangan dengan kemaslahatan. Selain itu RPMK tersebut memiliki dampak negatif yang lebih besar dan luas bagi dunia pertambakuan di Indonesia. Para petani, asosiasi pekerja, pedagang ritel, UMKM dan ekosistem pertembakauan yang menerima dampak lebih besar dibanding dampak negatifnya terhadap aspek kesehatan.
Pernyataan tersebut Hal dikemukan Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dalam diskusi di gedung DPR RI Senayan Jakarta. “ RPMK 2024 memiliki dampak negatif yang lebih besar dan luas terhadap petani, asosiasi pekerja, pedagang ritel, UMKM dan ekosistem pertembakauan dibanding dengan dampak negatifnya terhadap aspek kesehatan,” ujarnya dalam berjudul “Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau” di Gedung DPR RI Selasa (12/11)
“Dampak negatif rokok masih bersifat mauhumah atau praduga, sementara dampak negatif terhadap ekosistem pertembakauan jika RPMK 2024 disahkan bersifat muhaqqoqoh atau nyata. Maka pembahasan RPMK 2024 harus dihentikan atau direvisi. Secara moral pemerintah harus melindungi hak-hak rakyat, termasuk hak-hak petani, pekerja dan pedagang di berbagai sektor, termasuk tembakau,” ungkapnya.
Sementara itu Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengungkapkan kekhawatirannya terkait RPMK ini. Ia menilai penerapan peraturan tersebut bisa merugikan kota-kota yang ekonominya sangat bergantung pada industri tembakau, seperti Bondowoso dan Kediri.
Selain itu,lanjut Nurhadi, ada tiga catatan tentang RPMK 2024 ini. Pertama, ia menjelaskan bahwa pembahasan mengenai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tersebut belum pernah melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sehingga timbul penafsiran yang berbeda antara pihak Kemenkes dan Kemenaker.
“Kedua, apabila RPMK ini diterapkan ini tidak akan jauh berbeda kondisinya dengan saudara-saudara kita peternak sapi perah. Mereka setiap hari ada ratusan ton susu sapi perah yang dibuang dan dikorbankan. Maka lucu betul negara ini ketika kebijakan menunggu evaluasi ketika kegaduhan terjadi,” lanjutnya. Terakhir, ia menegaskan penolakannya terhadap RPMK ini bukan lantaran karena dirinya seorang perokok, tetapi karena ia secara pribadi melihat potensi dampak negatif dari penerapan RPMK tersebut.
Serahkan Rekomendasi Halaqah
Sedangkan Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyebut regulasi pertembakauan yang dinilainya tidak seimbang. Ia menyoroti bahwa beberapa peraturan hanya membatasi produksi tembakau, tetapi tidak berlaku sama untuk komoditas lain yang juga berisiko terhadap kesehatan, seperti gula. “Penyakit terbesar sekarang itu diabetes, tapi kenapa pabrik gula terus berkembang?” tanyanya, dengan nada yang menyiratkan ketidakadilan dalam regulasi.
Dalam diskusi berjudul “Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau” menghadirkan Nurhadi Anggota Komisi IX DPR RI (Fraksi NasDem), Dr. Sundoyo, S.H., M.K.M., M.Hum (Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kesehatan Kemenkes RI). Kemudian ada KH. Sarmidi Husna (Direktur P3M), Dra. Indah Anggoro Putri, M. Bus (Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Selain itu ada Muhammad Yasin dari Asosiasi Petani Tembakau Situbondo, Jawa Timur, di Gedung DPR RI Senayan.Jakarta, Selasa (12/11). Adapun penyelenggara acara tersebut adalah Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP). Dalam kesempatan tersebut direktur P3M menyerahkan rekomendasi RPMK 2024 terkait tembakau kepada seluruh nara sumber yang hadir.