Kebebasan beragama dan berkeyakinan telah diatur dalam UUD sebagai aturan tertinggi di Indonesia. Oleh karenanya, gubernur, walikota, dan bupati harus berasaskan UUD dan bukan berdasarkan tekanan dari banyak orang dalam membuat peraturan. Perda larangan terhadap Ahmadiyah tidak relevan sebab yang seharusnya dilarang adalah aktivitas yang mengganggu kepentingan dan ketertiban umum. Di tengah suasana chaos yang terus mengintai Jemaat Ahmadiyah, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X kembali menunjukkan sikapnya selaku seorang yang Hamengku Hamengkoni rakyatnya. Seperti diketahui, sejumlah provinsi sudah mengeluarkan larangan atas kegiatan Ahmadiyah. Jawa Barat dan Jawa Timur sudah mengeluarkan larangan itu.
Tetapi, Sultan menjamin tidak akan mengeluarkan larangan bagi Ahmadiyah. Bahkan dalam berbagai kesempatannya Sultan menandaskan tidak akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) terkait larangan jemaah Ahmadiyah di Yogyakarta. “Sudahlah, Yogyakarta jangan diprovokasi. Yogyakarta aman-aman saja kok. Tidak ada masalah,” kata Sultan di Pantai Pandan Simo, Bantul Yogyakarta, Kamis (3/3).
Keberadaan jemaah Ahmadiyah di Yogyakarta, kata Sultan, tidak bergejolak seperti wilayah-wilayah lain. Saat disinggung provinsi lain yang sudah mengeluarkan peraturan pelarangan aktivitas Ahmadiyah, Sultan kembali menegaskan tidak akan mengikuti langkah tersebut. “Tidak ada SK larangan jemaah Ahmadiyah di Yogyakarta. Selama ini kan kita hidup selalu berdampingan, tidak ada gejolak,” ucap Raja Ngayogyakarta Hadiningrat ini menegaskan. Sebelumnya beberapa provinsi atau daerah seperti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten telah mengeluarkan aturan pelarangan aktivitas Jama’ah Ahmadiyah di daerah masing-masing. Aturan yang dimaksudkan dan diharapkan untuk menciptakan ketertiban di masyarakat.
Sikap Gubernur DIY ini perlu diapresiasi. Bagi beberapak kalangan mungkin hal ini menjadi kebijakan yang tidak populer, tetapi kebijakan semacam ini sepertinya bisa membawa angin segar kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara ke depan. Undang-undang dasar 45 telah menjamin bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memeluk dan meyakini kepercayaan dan agama masing-masing. [dariberbagaisumber]