P3M.OR.ID. Majelis Masyayikh Pesantren mengadakan lokakarya untuk mereview draf 2 standar mutu pendidikan nonformal pesantren. Peninjauan dokumen tersebut sebagai upaya menata dan merumuskan regulasi di satuan pendidikan bercorak agama Islam tersebut.
Ketua Majelis Masyayikh, Abdul Ghaffar Rozin atau Gus Rozin menyebut penataan regulasi pesantren menentukan kemajuan pesantren. Menurutnya menata regulasi pesantren bukanlah hal yang mudah. Hal ini bukan kareena sebatas amanah regulatif yang menjadi legalisasi dokumen, tetapi akan menentukan kemajuan pesantren. Dokumen standar mutu pendidikan nonformal pesantren ini bertujuan agar lulusan pesantren yang menempuh pendidikan mendapatkan pengakuan negara. Selain itu juga mendapatkan hak-hak sipilnya sebagaimana lulusan pendidikan lain. Kemudian ijazah atau syahadah pendidikan nonformal pesantren juga dapat diakui negara.
Rozin menegaskan upaya penyusunan dokumen tersebut bukan untuk menyeragamkan pendidikan pesantren, melainkan demi melindungi kemandirian dan kekhasan pesantren serta mewakili berbagai jenis pendidikan nonformal pesantren yang ada di seluruh Indonesia.
“Lulusan pendidikan pondok pesantren nonformal ada yang tasawuf saja, ada yang lughoh saja, ada yang hadits saja. Ini semua model pesantren harus terlindungi, sehingga lulusannya itu mendapatkan pengakuan negara. Selain itu juga mendapatkan hak-hak sipilnya,” katanya di Jakarta, Kamis (4/7)
Gus Rozin menambahkan dokumen yang dihasilkan dari diskusi-diskusi Majelis Masyayikh ini mendasarkan pada aspek keterbacaan dan keterpakaian. “Dokumen itu (baiknya) gampang dibaca, gampang dipahami. Bukan dokumen yang kemudian memerlukan tafsir yang sangat mendalam. Keterbacaan itu menjadi penting sehingga segala macam pesantren itu bisa membaca dan memahami dengan mudah. Tetapi itu saja tidak cukup, tentu dokumen ini bisa dipakai atau tidak (doable). Jangan-jangan dokumen yang kita bikin ini terbaca tetapi tidak terpakai. Ini menjadi prinsip yang penting ketika melakukan reviu” papar Gus Rozin.
Pendidikan Nonformal Pesantren
Lokakarya tersebut dihadiri oleh 54 undangan yang terdiri atas unsur Majelis Masyayikh, perwakilan Dewan Masyayikh Pondok Pesantren seluruh Indonesia, Kementerian Agama, dan akademisi. Dokumen ini nantinya meliputi kriteria mutu lembaga dan lulusan pesantren, kerangka dasar dan struktur kurikulum pesantren, serta kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana amanat UU No.18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Karena ini, belum ada contohnya, kalau Ma’had Aly sudah ada asosiasinya, sehingga penulisan tinggal kita serahkan kepada asosiasi, begitu juga Muadalah Salafiyyah dan Muallimin, tetapi pendidikan nonformal itu belum ada pengakuannya dan belum ada drafnya, sehingga diskusinya paling lama,” katanya. Dokumen ini rencananya akan selesai pada bulan September 2024. “Sesuai dengan timeline, semoga acara ini bisa berjalan sebaik-baiknya. Kemudian uji publik dan finalisasi yang terakhir. Kemudian siap meluncur dan bisa diaplikasikan dengan baik pada bulan September,” ucapnya.