Dua oknum guru di salah satu pesantren di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara (Sumut) ditetapkan sebagai tersangka pencabulan terhadap 24 santri laki-laki. Kedua pelaku juga dipecat oleh pihak pesantren.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kasat Reskrim Polres Padang Lawas, AKP Hitler Hutagalung. Informasi pemecatan kedua pelaku yakni S (30) dan MS (26) itu didapat polisi dari pihak pesantren.
“Mereka (pelaku) sudah dikeluarkan pihak yayasan,” kata AKP Hitler Hutagalung saat dikonfirmasi detikSumut, Selasa (7/3/2023).
Hitler menyebut setelah dikeluarkan dari pesantren, para pelaku pulang ke rumahnya masing-masing di Kecamatan Sosa, Kabupaten Padang Lawas.
Polisi yang tengah menyelidiki kasus pencabulan itu lalu menangkap kedua pelaku di rumah masing-masing pada Senin (6/3) sekitar pukul 04.00 WIB.
“Di rumah masing-masing kami amankan, Senin sekitar jam 4 subuh,” sebutnya.
Menanggapi kasus ini, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Sarmidi Husna menyayangkan perbuatan tersebut.
“Ulah 2 oknum guru ini merupakan tindakan yang sangat keji dan tidak dapat dibenarkan. Tindakan tersebut sangat merugikan dan traumatik bagi korban yang masih anak-anak. Ini lembaga pesantren, lembaga pendidikan keagaaam Islam di mana seharusnya guru-guru menjadi teladan (uswah).”
Menurut Sarmidi, sangatlah penting bagi pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan pemeriksaan yang cermat terhadap kedua pelaku agar dapat diadili secara adil dan diberikan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.
“Pelaku harus diadili dan dihukum semaksimal mungkin biar ada efek jera dan sebagai langkah preventif yang lain tidak melakukan hal yang sama.” tegasnya.
Sebelumnya, AKP Hitler menyebut kasus itu terungkap saat orang tua korban mengetahui adanya dugaan pencabulan itu. Alhasil, peristiwa itu pun dilaporkan ke Polres Padang Lawas, pada Minggu (5/3).
Menurut keterangan keluarga dan pihak sekolah, kata Hitler, ada sekitar 24 santri yang menjadi korban pencabulan itu. Para korban dicabuli dengan berbagai cara.
“Ada yang dipegang-pegang kemaluannya, ada yang ciuman, ada yang dihisap (kemaluannya),” ujarnya.
Hitler mengatakan pencabulan itu dilakukan para pelaku sejak tahun 2022 lalu. Para santri yang menjadi korban itu masih anak di bawah umur, yakni mulai usia 14-16 tahun.
“Dari rentan waktu 2022-2023,” ujarnya.
Pelaku melancarkan aksinya dengan berpura-pura minta dipijat. Aksi itu dilakukan pelaku di pesantren tempat keduanya mengajar. Para pelaku melakukan pencabulan itu di atas pukul 24.00 WIB.
“Modusnya kadang disuruh pijat. Iya (di pesantren), ada kamar-kamar gitu, dia melakukannya di jam-jam 12 (malam) ke atas,” ujar Hitler.
Hitler Hutagalung mengatakan saat ini kedua pelaku telah ditetapkan menjadi tersangka dan telah ditahan. Saat ini, penyidik masih terus memintai keterangan dari para pelaku.
“Sudah kita amankan, lagi kita lakukan pemeriksaan. Ya, kami tahan,” ujarnya.
Menambahkan, P3M berharap semua pihak terkait perlu mengambil langkah-langkah preventif agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat keamanan dan keselamatan para santri di lingkungan pesantren serta meningkatkan edukasi dan pengawasan terhadap para guru dan staf di pesantren.
Kasus ini juga menegaskan pentingnya perlindungan anak-anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Perlindungan anak-anak harus menjadi prioritas utama bagi semua pihak dan masyarakat harus memperkuat kesadaran akan pentingnya hak-hak anak dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
“Pemerintah dan ormas Islam harus sinergi untuk secara serius melakukan sosialisasi pencegahan masalah pelecehan dan kekerasan seksual, terutama di pesantren-pesantren.”terang Sarmidi Husna.
Atas perbuatannya, kedua pelaku dijerat Pasal 6 Huruf b Jo Pasal 15 Huruf b, e dan g UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.