Kabar P3M

Pesantren Bukan Akar Radikalisme

100
×

Pesantren Bukan Akar Radikalisme

Sebarkan artikel ini

facebook.com/pages/I-LOVE-AL-ZAYTUN

Ilustrasi : Pondok Pesantren AL Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
JAKARTA, KOMPAS.com – Setara Institute mengungkapkan dari hasil survei di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta secara umum 1.200 responden menganggap pesantren bukan tempat persemaian gerakan Islam radikal. Hal ini diungkapkan melalui pendapat 63,6 persen responden di wilayah tersebut yang menyatakan pesantren bukan akar dari radikalisme.
Seandainya pun terdapat pesantren yang dijadikan basis persemaian gerakan Islam radikal, jumlahnya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan pesantren pada umumnya
— Bonar Tigor Naipospos

“Seandainya pun terdapat pesantren yang dijadikan basis persemaian gerakan Islam radikal, jumlahnya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan pesantren pada umumnya,” ujar Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos, di Jakarta, Senin (21/11/2011).
Hanya sebagian kecil responden yaitu 10,2 persen yang memandang bahwa terdapat pesantren tertentu yang digunakan kelompok Islam radikal sebagai akar pembentukannya. Kata Bonar, persoalan yang kemudian muncul bukan terletak pada kecilnya jumlah pesantren berbasis radikal. Namun, terletak pada kenyataan bahwa masih adanya sejumlah pesantren yang mengajarkan nilai-nilai radikalisme.
Saat ini sendiri, menurut Bonar, kelompok radikal 34,7 persen tengah gencar mencari pengikutnya. Selain itu, sebanyak 42,9 persen masyarakat responden menilai, pergerakan kelompok radikal dilakukan secara tertutup. Sebanyak 6,4 persen anggota masyarakat juga menilai bahwa kelompok Islam radikal mengombinasikan metode terbuka dan tertutup untuk menjalankan aktivitasnya.
Sarana kelompok radikal untuk menyebarkan pesan radikalisme, menurut Setara, 23,9 persen dilakukan melalui forum pengajian. Sedangkan 9,1 persen melalui ceramah umum dan 6,9 persen melalui brosur maupun selebaran.
“Materi pesan yang digencarkan terutama mengenai anti kemaksiatan sebesar 24,2 persen dan negara berdasarkan syariah Islam sebesar 21,7 persen,” terangnya.
Dengan pesan-pesan tersebut, kata Bonar, sebesar 26,8 persen orang percaya akan gerakan radikal. Sisanya mengikuti gerakan ini karena faktor ketidakadilan ekonomi sebesar 13,4 persen, problem psikologis sebesar 11,3 persen dan tidak setuju dampak buruk budaya barat sebesar 7,2 persen.
Sumber: Kompas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *