Kabar P3M

Tantangan umat Islam Indonesia dalam menegakkan HAM jadi bahasan

130
×

Tantangan umat Islam Indonesia dalam menegakkan HAM jadi bahasan

Sebarkan artikel ini

BOGOR – Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bekerja sama dengan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Bogor mengadakan diskusi Islam wa Taqwim al-Dloruriyat al-Khamsah di Pesantren As-Sholihin, Pakansari, Cibinong, Bogor, beberapa waktu lalu. Diskusi bertemakan “Tantangan Umat Islam Indonesia dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia”.

Menurut Suraji Sukamzawi, koordinator program Islam dan Penegakan HAM P3M, arti penting tema ini karena persoalan hak asasi manusia (HAM) di negeri ini begitu kompleks. Dengan bingkai Islam diharapkan semangat pembebasan manusia dari belenggu kebodohan, kemiskinan, atau keterbelakangan, misalnya, kembali bisa diangkat karena Islam hadir untuk menjadi rahmat bagi setiap manusia.

Pada prinsipnya, kata dia, Islam jauh-jauh hari sudah mencanangkan pentingnya HAM. “Saya kira jauh sebelum HAM PBB dideklarasikan, Islam telah menyatakan manusia itu bermartabat. Nabi Muhammad mengajarkan pada kita tata nilai itu. Di sini ada istilah al-Dloruriyat al-Khamsah. Al-Dloruriyat, itu yang prinsip. Dan, al-Khamsah itu lima,” tuturnya melalui siaran pers.

Hadir dalam diskusi itu beberapa narasumber, di antaranya KH Masdar F Mas’udi (rais syuriah PBNU), Dr Anas Saidi (direktur P3M/Peneliti LIPI), dan Taufikul Mujib (Indonesia Human Rights Committee for Social Justice/IHCS).

Menegaskan pernyataan Suraji, Anas Saidi menjelaskan al-Dloruriyat al-Khamsah dalam Islam dikenalkan Imam Ghazali dan Imam Qurtubi. Lima hal yang menunjukkan bagaimana Islam benar-benar menjaga lima hak dasar manusia. Lima hal prinsip yang disebut: hifzh al-din, hifzh al nafs wa al-‘irdh, hifzh al-‘aql, hifzh al-nasl, dan hifzh al-maal.

Lima hal ini sudah ada jauh sebelum dokumen HAM PBB ada. “Perlu diingat, Islam pada zaman Nabi memiliki dokumen penting HAM, yakni Piagam Madinah. Piagam yang kata Robert N Bellah sebagai dokumen HAM termodern yang menjamin hak-hak setiap orang pada zamannya,” terangnya.

Hal semacam ini, menurut dia, perlu ditekankan. Ini agar tidak disalahpahami bahwa upaya penegakan HAM, terutama di Indonesia, bukan karena agenda barat mengingat istilah yang dipakai, yakni HAM. “Bahwa al-Dloruriyat Khamsah itu ada jauh sebelum HAM barat lahir. Dengan begitu, kita tidak mengikuti Barat.”

KH Masdar F Mas’udi mengatakan, HAM lahir karena Islam hadir untuk menegakkannya dan berbicara lebih spesifik untuk konteks Indonesia. Dikatakan, persoalan HAM di Indonesia begitu parah. “Bicara soal HAM di Indonesia, saya kira semua tahu banyak sekali hak yang bukan sekadar diabaikan, melainkan bisa dikatakan diinjak-injak. Bagaimana di negeri ini banyak orang yang untuk mencukupkan pangan saja masih begitu kesulitan. Ini kesempatan menjadi mujtahid HAM,” tuturnya.

Taufikul Mujib menambahkan tentang peran pemerintah. Pemerintah, menurut dia, adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap upaya pemenuhan hak asasi manusia. “Bagaimana orang mendapatkan pendidikan, bagaimana orang mendapatkan kehidupan yang layak. Itu HAM.”

Yang berkewajiban melakukan itu, menurut dia, adalah negara. Negara yang dimaksud adalah pemerintah. “Merekalah yang memiliki kewajiban memenuhi hak sospol warga negara.”

Persoalannya, kata dia, saat ini banyak sekali pelanggaran HAM dilakukan oleh negara. “Ada yang sifatnya langsung, ada yang tidak. Yang langsung, misalnya, sudah jelas dalam UUD 1945 disebutkan bahwa fakir miskin dan anak telantar dipelihara negara.”

Tapi, kata Taufik, ada kesan pembiaran atas nasib mereka karena negara ini telah disandera oleh orang-orang yang memiliki kekuatan ekonomi luar biasa. [ed: burhanuddin bella]

Sumber: Republika Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *