P3M.OR.ID. Pondok Pesantren Al-Ittihad Poncol Semarang menunjukkan komitmen luar biasa terhadap lingkungan. Mereka telah mengimplementasikan program pengelolaan sampah terpadu dengan mendapatkan dukungan penuh oleh P3M NU dan Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia. Program yang berlangsung selama 1 tahun ini bertujuan menciptakan lingkungan pesantren yang bersih, sehat, dan berkelanjutan.
Hal ini terungkap disela-sela peresmian rumah sampah Pondok pesantren Al Ittihad pada 19 Agustus 2025 lalu. KH. M. Lubabuddin, Pengasuh Pesantren Al-Ittihad, menyebut program pengelolaan sampah ini positif. “Inisiatif ini sangat krusial bagi lingkungan kami,” ujarnya. Sejak awal, program mendapat dukungan penuh dan efektivitasnya terasa signifikan. Pihak pesantren memperkirakan tingkat keberhasilan mencapai 60%. “Ini merupakan angka membanggakan mengingat banyak tantangan,” ucap Gus Lubab, panggilan akrabnya.
Visi Lingkungan Pesantren dan Keberhasilan Program
Dampak paling nyata terlihat pada kebersihan lingkungan. Dulu, pesantren cenderung kumuh. Tumpukan sampah sering terlihat di mana-mana. Namun, kini pemandangan itu jauh berbeda. Lingkungan menjadi lebih bersih, rapi, dan nyaman. ” Ini pencapaian luar biasa. Pesantren melihatnya sebagai langkah besar mencapai visi lingkungan bersih. Visi pesantren tidak hanya unggul pendidikan agama. Pesantren juga peduli kebersihan serta kesehatan lingkungan,” tambahnya.
Menurutnya Peran P3M NU dan CCEP Indonesia sangat. Tidak hanya memberi bantuan akan tetapi berhasil memotivasi dan membuka kesadaran bagi para santri dan lingkungan pesantren. “Pentingnya pengelolaan sampah yang baik,” ujarnya. Mereka menanamkan pemahaman kebersihan. Kebersihan adalah bagian tak terpisahkan dari ajaran agama. Kebersihan juga penting bagi kehidupan berkualitas. “Kami sangat berterima kasih atas bimbingan,” tambahnya. Pesantren berkomitmen melanjutkan program mandiri. Komitmen ini tetap ada walau program formal selesai.
Kebijakan Internal
Kebijakan internal pesantren mendukung penuh program sampah. Sebagian besar kebijakan ini masih lisan. Rapat pimpinan selalu menekankan pengelolaan sampah baik. Tujuannya agar sampah bermanfaat dan memberi keuntungan. Bahkan, sampah diharapkan “menjadi berkah” bagi pesantren. Pesantren percaya setiap elemen memiliki potensi kebaikan.
Sistem pengelolaan sampah menunjukkan efektivitas baik. Sistem pemilahan sampah diterapkan sejak awal. Sampah organik dan anorganik terpisah. Ini langkah fundamental penting. Sampah anorganik efektif dipilah dan dikumpulkan. Plastik dan kertas berhasil dipilah baik. Rutin tercatat volume sampah dikelola. Setiap bulan, terkumpul sekitar 1.500 kg sampah anorganik. Hasil penjualan mencapai Rp 900.000,- per bulan. Ini indikator keberhasilan jelas. Sampah bernilai kini jadi sumber pendapatan.
Selain itu Pengelolaan sampah organik juga berjalan. Sisa makanan, daun, dan ranting terkumpul. Volume sampah organik mencapai 3.500 kg bulanan. Ini diolah menjadi pakan maggot dan ternak. Pemanfaatan ini strategis. Mengurangi kebutuhan pakan dari luar. Menciptakan siklus nutrisi berkelanjutan. Data kuantitatif tercatat rutin. Pengurangan sampah residu 500 kg per bulan. Hemat biaya buang sampah Rp 500.000,-
Perubahaan dan Manfaat Ekonomi
Manfaat ekonomi mulai dirasakan pesantren. Salah satunya adalah penghematan biaya. Dulu, pesantren mengeluarkan banyak uang untuk angkut sampah. Sekarang, biaya buang sampah residu berkurang Rp 500.000,-. Ini penghematan signifikan bagi operasional pesantren. Selain penghematan, pesantren juga mendapat pendapatan. Pendapatan dari penjualan sampah anorganik. Setiap bulan, terkumpul 1.500 kg sampah anorganik. Untuk sampah seperti plastik dan kertas kemudian dijual dengan hasil sekitar Rp 900.000,-. Sebagian hasil penjualan kembali kepada santri dan membantu mereka membeli kebutuhan sehari-hari.
Sampah organik juga dimanfaatkan. Sekitar 3.500 kg sampah organik diolah bulanan hingga menjadi pakan maggot dan pakan ternak. Pemanfaatan ini mengurangi kebutuhan pakan dari luar. ” Ini secara tidak langsung merupakan penghematan. Pesantren juga mencoba budidaya lele. Meskipun sempat gagal panen. Pesantren optimis potensi ekonomi sampah organik semakin besar,” ungkapnya.
Kiai Lubab menambahkan bahwa perubahan lingkungan pesantren sangat signifikan. Dulu, lingkungan cenderung kumuh. Sekarang, pesantren menjadi lebih bersih, sehat, dan enak dipandang. Santri dalam Focus Group Discussion (FGD) menyatakan hal serupa. “Pondok secara keseluruhan semakin bersih,” kata mereka. Area seperti kamar tidur, halaman, dan kamar mandi kini rapi. Bahkan, sampah “mulai terkontrol.”
Merubah Perilaku
Akan tetapi yang lebih penting adalah peningkatan kesadaran lingkungan. “Mengubah perilaku dan mindset butuh waktu. Namun, ada peningkatan signifikan. Santri mulai terbiasa memilah sampah. Mereka membuangnya di tempat yang benar. Semangat menjaga kebersihan mulai tertanam. Pimpinan terus memberi imbauan dan edukasi. Santri juga berinisiatif saling mengingatkan. Kesadaran lingkungan tumbuh dari komunitas santri,” ungkap Kiai Lubab.
Kiai Lubab juga menilai dukungan P3M NU dan CCEP Indonesia luar biasa. Mereka memotivasi dan membuka kesadaran. Untuk mengoptimalkan rumah sampah, pesantren butuh dukungan strategis. Dukungan dalam bentuk pengembangan ilmu dan keterampilan. Pesantren membutuhkan pelatihan teknis aplikatif. Pelatihan itu harus relevan dengan potensi lingkungan.
Contohnya, pesantren ingin mengoptimalkan sampah organik. Pengolahan sampah organik menjadi produk bernilai jual. Pesantren butuh bimbingan budidaya maggot. Juga pengolahan kompos efektif. Atau inovasi lain mengubah sampah jadi sumber ekonomi. “Kalau tahu ilmunya, bisa dijual… nilainya menjadi lebih,” Santri harus memiliki ilmu dan keterampilan ini. Mereka menjadi agen perubahan. Mereka menciptakan nilai dari limbah,” katanya.
Rumah Sampah Sebagai Pusat Pembelajaran
Pesantren memiliki visi besar. Rumah sampah akan menjadi pusat pembelajaran. Ini akan jadi model pengelolaan sampah terpadu. Strateginya, fokus lingkup induk pesantren dulu. Sistem harus berjalan baik, efisien, dan konkret. “Ketika nanti dari induk itu bisa mengolah sampah, otomatis yang sup itu akan meniru,” jelasnya. Untuk mencapai ini, pesantren berencana adalah mendokumentasikan tahapan, keberhasilan, dan tantangan yang akan menjadi panduan praktis. Kemudian juga membuka pintu bagi pesantren lain. Ini untuk belajar langsung dari Al-Ittihad. Selain itu juga memperkuat jaringan dengan P3M NU, CCEP, dan pihak lain. Ini membantu menyebarkan model dan mendapatkan dukungan. “Ini adalah bentuk ibadah kita kepada Allah SWT,” ungkap kiai Lubab .
.Menurutnya , manajemen tim pengelola sampah belum optimal. Kendala utama adalah kesibukan anggota tim. Kegiatan pengelolaan sampah terjadwal Jumat dan Ahad saja. Jadwal padat jadi tantangan. Kendala lain adalah mindset/perilaku santri. Kedisiplinan dan kesadaran personel perlu peningkatan. Koordinasi sub-pengelola pondok juga penting.
Indikator perubahan lingkungan sangat positif. Kebersihan lingkungan meningkat drastis. Tumpukan sampah jarang terlihat. Area seperti halaman, jalanan, kamar tidur, kamar mandi lebih bersih. Santri sendiri mengakui lingkungan pesantren “semakin bersih.” Berkurangnya bau tak sedap juga indikator jelas. Pemilahan efektif mengurangi bau. Adanya tempat sampah terpilah menunjukkan sampah “mulai terkontrol.”
Dampak pada kesehatan dan kenyamanan yang lebih baik. Lingkungan bersih menciptakan suasana nyaman dan santri merasa lebih betah belajar dan beribadah.