P3M.OR.ID. Era digital menghadirkan tantangan besar dan kemajuan teknologi yang pesat menuntut semua sektor beradaptasi. Dalam hal ini tidak terkecuali pondok pesantren. Lembaga pendidikan Islam ini kini berada di persimpangan jalan dalam menghadapi kondisi tersebut dan dan dituntut melakukan transformasi Pesantren harus mengevaluasi sistem dan perannya agar tetap relevan dan berdaya saing.
Hal tersebut mengemuka dalam Konferensi Regional Pesantren 2025. Acara tersebut berlangsung di Hotel Grand Tjokro, Yogyakarta. Sebanyak 300 pimpinan pondok pesantren se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hadir untuk merumuskan langkah konkret menghadapi tantangan zaman. Ketua PW Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) DIY, KH M Nilzam, menyebut forum ini adalah upaya nyata dalam menjawab kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman bagi pesantren yang tengah mengalami perubahan yang sangat cepat.
Para pimpinan pesantren menyusun strategi nyata. Transformasi yang dirancang harus adaptif dan inovatif. Namun, mereka sepakat untuk tidak meninggalkan jati diri pesantren. Pesantren akan tetap menjadi pusat pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan umat. “Di forum ini, para pimpinan pesantren dan lembaga pendidikan yang berada di bawahnya diajak untuk memikirkan perlunya melakukan transformasi digital agar sistem pendidikan pesantren tetap relevan dan mampu beradaptasi di era disrupsi teknologi,” ujar KH M Nilzam, Senin (11/8/2025).
Adaptasi Inovatif Tanpa Meninggalkan Tradisi
Mengusung tema ‘Menguatkan Kemandirian dengan Adaptasi dan Inovasi’, bagi Nilzam perubahan pesantren ke depan tidak akan mencabut akar tradisi. Sebaliknya, transformasi justru memperkuat posisi pesantren dan akan semakin kokoh sebagai lembaga perjuangan umat. Tradisi luhur tetap dijaga, akan tetapi metode dan pendekatan dakwah harus diperbarui. “Transformasi pendidikan dan pemberdayaan umat tidak menghilangkan tradisi pesantren sebagai lembaga perjuangan dan dakwah. Semangatnya tidak lagi berupa wacana, tetapi langsung ke teknis dengan pemberdayaan bersama beberapa pesantren,” ucapnya.
Sementara itu Ketua Tim Forum Percepatan Transformasi Pesantren, KH Syaifullah Maksum, memaparkan tantangan utama. Menurutnya, pesantren menghadapi dua jenis tantangan. Ada tantangan dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Secara internal, jumlah pesantren di Indonesia sangat besar. Angkanya mencapai lebih dari 49 ribu lembaga. Jumlah santrinya pun lebih dari 4,5 juta jiwa. Namun, banyak pesantren belum berkembang optimal. Masalahnya terletak pada keterbatasan infrastruktur. Tenaga pendidik dan kurikulum juga menjadi kendala.
Di sisi eksternal, pesantren menghadapi realitas sosial yang kompleks. Sebuah survei menunjukkan fakta menarik. Hanya sekitar 5 persen lulusan santri yang menjadi ulama atau kiai. Mereka berkiprah di tingkat nasional maupun daerah. Ini menjadi sinyal penting bagi pesantren. Peran dan tujuan pendidikan harus diperluas. ” Lalu 95 persen bagaimana? Ini monggo kita diskusikan. Selain jadi kiai dan ulama penerus, santri juga harus disiapkan untuk mengimbangi perkembangan luar biasa di luar pesantren,” ucap KH Syaifullah.
Ia menambahkan, pesantren harus memperkuat tradisi yang baik. Namun, pesantren juga wajib membuka diri terhadap ilmu modern. Santri penghafal Al-Qur’an dan hadits perlu dikenalkan pada sains. Mereka harus memahami teknologi yang menjadi tulang punggung kemajuan. Ini bukan pertentangan ilmu. Melainkan sebuah konvergensi antara ilmu agama dan umum. “Ponpes harus melakukan transformasi agar di masa depan pesantren tidak kehilangan fungsi sosialnya,” ujar KH Syaifullah.
Percepatan Transformasi untuk Kemandirian
Lebih jauh, reformasi kelembagaan menjadi isu krusial. Undang-Undang Pesantren sudah berjalan lebih dari enam tahun. Namun, banyak daerah belum memiliki peraturan daerah (perda) turunan. Ego sektoral dan perbedaan pendekatan masih menjadi penghalang. Kolaborasi dan kesatuan langkah sangat dibutuhkan hari ini.
Kemandirian ekonomi juga menjadi agenda utama. Banyak pesantren telah merintis usaha produktif. Pemberdayaan ekonomi berbasis lokal terus digalakkan. Namun, upaya ini perlu peningkatan dan membangun sinergitas secara sistematis. Dengan begitu, pesantren bisa menjadi kekuatan ekonomi kolektif nasional.
Dukungan juga datang dari Ketua DPW PKB DIY, Agus Sulistyono. Ia menekankan pentingnya percepatan transformasi pesantren. Menurutnya, pesantren punya peran strategis. Pesantren dapat membantu menyelesaikan masalah sosial seperti kemiskinan. “Pada era digital ini pondok pesantren harus mengikuti perkembangan zaman. Sebab dalam faktanya pondok pesantren memiliki andil dalam mengentaskan kemiskinan. Maka langkah percepatan transformasi pesantren sangat penting,” ungkapnya.
Salah satu narasumber, Amirudin Amar, turut memberi pandangan. Ia mendorong pesantren untuk terus berinovasi. Adaptasi menjadi kunci agar tetap eksis di tengah perubahan. Ia berharap konferensi ini menjadi awal gerakan kolektif. Pesantren harus menjadi kekuatan pendidikan Islam yang tangguh, progresif, dan mandiri. “Ponpes bagaimana terus beradaptasi dan berinovasi dengan perubahan zaman agar tetap eksis,” kata dia.Mereka juga terdiri dari kepala sekolah dan pengelola lembaga pendidikan,” ujarnya dari laman republika.co.id













