Sekretaris Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna menilai kasus dugaan penyelewengan dana donasi tidak hanya terjadi pada Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).
“Kasus yang terjadi yang salah satunya mengenai Aksi Cepat Tanggap itu cukup memprihatinkan. Saya kira ini bukan, kalau kita mau menginvestigasi tidak hanya ACT yang melakukan seperti itu, tetapi saya kira masih ada lembaga lain yang mengumpulkan dana umat, juga melakukan hal yang sama seperti ACT,” kata Sarmidi dalam sebuah diskusi daring, Kamis (7/7).
Ia mengatakan ketika mengelola dana publik, lembaga filantropi yang telah memiliki izin seharusnya memiliki spirit akuntabilitas pada dua aspek.
Pertama, akuntabilitas spiritual, pertanggungjawaban spiritual kepada Tuhan. Kedua, pertanggungjawaban publik. Selain itu, lembaga filantropi harus memberikan laporan kepada lembaga yang memberikan izin.
“Ini kalau lembaga charity sudah melakukan ini dan dikontrol, saya kira penyelewengan dapat relatif diminimalisir,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan ZIS-DSKL Baznas, Ahmad Hambali menilai lembaga filantropi yang tidak akuntabel akan terus menjamur dan hidup lantaran mayoritas orang Indonesia gemar berdonasi.
Ia mengatakan berdasarkan riset yang dirilis oleh CAF (Charities Aid Foundation) menunjukkan delapan dari sepuluh orang Indonesia gemar berdonasi. Angka itu bahkan lebih besar dari rata-rata global.
“Ini adalah peluang menjamurnya pengelolaan dana umat yang tidak akuntabel kalau kita tidak mencermati, karena kita bisa melihat bahwa menurut riset 8 dari 10 orang Indonesia itu gemar berdonasi. Padahal secara global hanya 3 dari 10 orang yang gemar berdonasi,” katanya.
Lembaga filantropi ACT menjadi perbincangan usai dilaporkan dalam investigasi Majalah Tempo. Sejumlah petinggi ACT diduga menyelewengkan dana donasi. Petinggi ACT juga disebut mendapat gaji fantastis.
Merespons tudingan itu, Presiden ACT Ibnu Khajar menyebutkan ACT sudah berkali-kali mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan audit.
Menurut Ibnu, laporan keuangan ACT yang mendapatkan WTP itu dipublikasikan di situs. Ibnu mengatakan hal itu sebagai bagian dari transparansi ACT kepada publik.
Belakangan, Kementerian Sosial (Kemensos) telah mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada ACT.
Pencabutan izin ACT dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi, 5 Juli 2022.
“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi di kantor Kemensos (5/7).
Artikel ini telah di muat di CNN Indonesia “Perhimpunan Pesantren Duga Penyelewengan Donasi Tak Hanya di ACT”, pada Selasa, 07 Juli 2022