Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (Q.S. al-Ahzab, 33: 21).
Ayat di atas dengan jelas menggambarkan sosok pribadi Rasulullah. Rasul Muhammad saw, merupakan pribadi hebat. Kehebatan beliau tidak hanya dalam soal wacana, namun beliau senantiasa mempraktikkan apa yang disampaikan. Rasul senantiasa sama antara kata dan laku, lisan dan tindakan. Rasulullah adalah praktik baik dalam kesuaian antara kata dan laku.
Sesuainya antara kata dan laku Rasul pun tertuang dalam banyak kisah. Salah satu kisah masyhur yang dapat menjadi teladan dalam sikap dan tindakan adalah saat Rasulullah saw setiap hari menyuapi perempuan tua renta di pojok pasar Madinah.
Pelayanan Terbaik
Alkisah, seorang perempuan tua selalu sendiri di pojok Pasar Madinah. Datanglah seorang laki-laki yang senantiasa sabar menyuapi sang nenek. Laki-laki itu dengan penuh kelembutan memberi makan dari gandum/roti terbaik yang ia bawa. Tidak hanya itu, ia pun mengunyah terlebih dahulu roti tersebut, untuk lebih melembutkannya, sehingga saat nenek menelan tidak mendapat kesulitan.
Sang nenek pun mengucap terima kasih kepada laki-laki itu, sembari berujar, “hai anak muda, janganlah engkau berteman dengan Muhammad. Dia seorang pembohong dan pendusta”. Hampir setiap hari pesan itu terlontar dari bibir tua sang nenek. Laki-laki itu pun masih tetap dengan sabar dan selalu datang untuk memberikan pelayanan terbaik kepada seorang Yahudi itu.
Tibalah sebuah massa, di saat ia tidak dapat lagi memberikan pelayanan itu, karena Sang Khalik telah memanggilnya. Laki-laki itu adalah Muhammad Sang Rasul. Sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, pascameninggalnya Nabi Muhammad saw kemudian bertanya kepada putrinya ‘Aisyah. Sang ayah berujar, “Hai putriku, tolong sampaikan kepadaku sunnah Rasul yang belum pernah aku lakukan.” Sang anak pun menjawab, “Semua sunnah baginda Rasulullah saw telah engkau lakukan ya Ayah. Namun hanya satu yang belum pernah engkau lakukan.” Sang ayah pun terperanjat kaget, ‘Apa itu wahai anakku?” tanyanya. Aisyah pun menjawab, “Ayah belum pernah menyuapi perempuan tua buta di pojok pasar Madinah.”
Sebagai sahabat terpilih, Abu Bakar kemudian bergegas menuju pojok pasar Madinah. Kemudian dia menyuapi sang nenek. Sang nenek pun berteriak keras. “Hai siapa kamu? Kamu bukan pemuda yang setiap hari menyuapiku!” serunya. “Ke mana pemuda baik yang telah menyuapiku dengan kelembutan itu,” tanya sang nenek.
Abu Bakar pun menjawab, “Wahai nenek, mengapa engkau tahu kalau aku bukan orang yang menyuapimu setiap hari?” “Caramu menyuapiku beda, pemuda yang biasa menyuapiku melakukannya dengan penuh kesabaran, melembutkan rotinya terlebih dahulu sehingga roti yang aku makan langsung masuk ke dalam mulut dan perutku. Aku tidak mengalami kesulitan saat makan”, jawabnya.
“Ketahuilah nenek, bahwa orang yang setiap hari menyuapimu telah meninggal dunia. Dia adalah Muhammad saw,” sambung Abu Bakar. Seketika tangis pecah dari mata buta sang nenek. Dia pun berujar, “orang yang selalu ini aku cari maki, dengan perkataan yang kotor, ternyata adalah orang yang setiap hari berbuat baik kepadaku.” Setelah itu kemudian sang nenek bersyadahat di depan Abu Bakar ash-Shiddiq.
Rahmat bagi Semua
Cerita di atas menunjukkan betapa akhlak Rasulullah sangat mulia. Rasul Sang Uswatun Hasanah memberikan teladan luar biasa kepada ummatnya. Yaitu bagaimana berhubungan dengan orang lain, termasuk nonmuslim.
Rasul tanpa ragu memberikan makanan terbaik bagi seorang Yahudi. Memberikan makan kepada seorang perempuan Yahudi tua yang setiap hari mencaci-makinya, dan tetap dilakukan dengan penuh kasih sayang. Rasul tidak marah saat dia diserang secara pribadi. Bahkan Rasul dengan kesabarannya membantu mengunyah roti, sehingga sang nenek tidak kesulitan dalam menelan.
Rasul dari kisah di atas telah mempraktikkan hidup damai, bersahabat, dan saling membantu/tolong menolong dalam kebaikan kepada siapa saja. Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S. al-Maidah (5: 2)
“Dan saling tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan saling tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya”.
Tolong menolong yang dipraktikkan Rasulullah telah melampaui tradisi keagamaan yang sempit. Rasul melakukan tolong menolong kepada siapa saja tanpa memandang agama. Bahkan dengan cara itu, Rasul mendatangkan hidayah kepada orang lain. Terbukti, sang nenek kemudian bersyadahat di hadapan Abu Bakar.
Perilaku baik yang dipraktikkan oleh Rasul mendatangkan rahmat kepada siapa saja. Rasul dengan keteguhan dan ketulusan jiwa mengajarkan arti toleransi yang sesungguhnya. Toleransi yang tidak hanya manis di bibir namun kering dalam praktik keseharian.
Toleransi hari ini seringkali hanya mudah diucapkan, namun, dalam keseharian sulit diwujudkan. Toleransi semu itu hanya akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Perlu dibangun komitmen toleransi sejati. Yaitu dengan membantu tanpa harus melihat atau memandang agama yang dianut, suku bangsa, atau warna kulit.
Memberikan pertolongan kepada sesama mahluk hidup menjadi perilaku agung dalam kehidupan. Praktik hidup yang baik yang telah dilakukan oleh Rasulullah selayaknya memberikan gambaran dan teladan kepada kita umatnya. Hal ini sebagaimana janji kita dalam syahadat, bahwa Rasulullah Muhammad saw adalah Rasul terpilih. Kita telah bersaksi Muhammad saw adalah manusia mulia dengan kemuliaan Allah di sisiNya. Setiap tindakannya selalu menjadi panduan dalam bertindak di dunia ini.
Barangsiapa mengikuti Rasul, maka Allah akan menurunkan rahmat dan mengampuni dosa-dosanya. Sebagaimana Firman Allah,
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali ‘Imran, 3: 31).
Sudah sangat jelas, bahwa Rasul telah memberikan teladan (praktik baik/best practices) dalam membangun hubungan baik dengan siapa saja, termasuk di dalamnya kepada pemeluk selain Islam. Rasul Muhammad yang selalu dipandu oleh wahyu dalam hidupnya saja melakukan hubungan baik dengan siapa saja. Termasuk kepada seorang Yahudi yang selalu menghardiknya. Beliau tidak marah sedikit pun, bahkan Rasulullah selalu datang dan memberikan hal terbaik bagi sang peremupan Yahudi itu.
Tak heran jika Anas RA berkata, “Sungguh, Rasulullah saw benar-benar manusia dengan akhlak paling mulia.” (HR Bukhari-Muslim).
Praktik hidup Rasulullah selayaknya menjadi panduan hidup bagi kita yang mengaku umatnya. Semoga dengan itu, kita benar menjadi bagian dari ummat Rasulullah yang mendapatkan syafaat (pertolongan) baik di dunia dan di akhirat kelak.
Pada akhirnya, mari meneladani Rasulullah saw dengan segala keterbatasan yang kita miliki. Meneladani beliau berarti mendekatkan diri kita pada kehidupan utama, sebuah tata hidup yang penuh pemaafaan, penghormatan, dan pengakuan terhadap hak-hak hidup.
Walllahu a’lam.
Ustad. Benni Setiawan